Monday, December 8, 2008

Pesanan Rasullah s.a.w

“Wahai manusia sekalian, dengarkanlah perkataanku ini, karena aku tidak mengetahui apakah aku dapat menjumpaimu lagi setelah tahun ini di tempat wukuf ini.

(1) larangan membunuh jiwa dan mengambil harta orang lain tanpa alasan yang hak

Wahai manusia sekalian,

Sesungguhnya darah kamu dan harta kekayaan kamu merupakan kemuliaan ( haram dirusak oleh orang lain ) bagi kamu sekalian, sebagaimana mulianya hari ini di bulan yang mulia ini, di negeri yang mulia ini.

(2) kewajiban meninggalkan tradisi jahiliyah : pembunuhan , riba

Ketahuilah sesungguhnya segala tradisi jahiliyah mulai hari ini tidak boleh dipakai lagi. Segala sesuatu yang berkaitan dengan perkara kemanusiaan ( seperti pembunuhan, dendam, dan lain-lain ) yang telah terjadi di masa jahiliyah, semuanya batal dan tidak boleh berlaku lagi. (Sebagai contoh ) hari ini aku nyatakan pembatalan pembunuhan balasan atas terbunuhnya Ibnu Rabi’ah bin Haris yang terjadi pada masa jahiliyah dahulu.

Transaksi riba yang dilakukan pada masa jahiliyah juga tidak sudah tidak berlaku lagi sejak hari ini. Transaksi yang aku nyatakan tidak berlaku lagi adalah transaksi riba Abbas bin Abdul Muthalib. Sesungguhnya seluruh transaksi riba itu semuanya batal dan tidak berlaku lagi.

(3) mewaspadai gangguan syaitan dan kewajiban menjaga agama

Wahai manusia sekalian,

Sesungguhnya syetan itu telah putus asa untuk dapat disembah oleh manusia di negeri ini, akan tetapi syetan itu masih terus berusaha (untuk menganggu kamu ) dengan cara yang lain . Syetan akan merasa puas jika kamu sekalian melakukan perbuatan yang tercela. Oleh karena itu hendaklah kamu menjaga agama kamu dengan baik.

(4) larangan mengharamkan yang dihalalkan dan sebaliknya

Wahai manusia sekalian,

Sesungguhnya merubah-rubah bulan suci itu akan menambah kekafiran. Dengan cara itulah orang-orang kafir menjadi tersesat. Pada tahun yang satu mereka langgar dan pada tahun yang lain mereka sucikan untuk disesuaikan dengan hitungan yang telah ditetapkan kesuciannya oleh Allah. Kemudian kamu menghalalkan apa yang telah diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang telah dihalalkanNya.

Sesungguhnya zaman akan terus berputar, seperti keadaan berputarnya pada waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun adalah dua belas bulan. Empat bulan diantaranya adalah bulan-bulan suci. Tiga bulan berturut-turut : Dzul Qa’dah, Dzul Hijjah, dan Muharram. Bulan Rajab adalah bulan antara bulan Jumadil Akhir dan bulan Sya’ban.

(5) kewajiban memuliakan wanita (isteri)

Takutlah kepada Allah dalam bersikap kepada kaum wanita, karena kamu telah mengambil mereka (menjadi isteri ) dengan amanah Allah dan kehormatan mereka telah dihalalkan bagi kamu sekalian dengan nama Allah.

Sesungguhnya kamu mempunyai kewajiban terhadap isteri-isteri kamu dan isteri kamu mempunyai kewajiban terhadap diri kamu. Kewajiban mereka terhadap kamu adalah mereka tidak boleh memberi izin masuk orang yang tidak kamu suka ke dalam rumah kamu. Jika mereka melakukan hal demikian, maka pukullah mereka dengan pukulan yang tidak membahayakan. Sedangkan kewajiban kamu terhadap mereka adalah memberi nafkah, dan pakaian yang baik kepada mereka.

Maka perhatikanlah perkataanku ini, wahai manusia sekalian..sesungguhnya aku telah menyampaikannya..

(6) Kewajiban berpegang teguh pada Al Qur’an dan as Sunnah

Aku tinggalkan sesuatu bagi kamu sekalian. Jika kamu berpegang teguh dengan apa yang aku tinggalkan itu, maka kamu tidak akan tersesat selama-lamanya. Itulah Kitab Allah (Al-Quran ) dan sunnah nabiNya (Al-Hadis ).

(7) kewajiban taat kepada pemimpin siapapun dia selama masih berpegang teguh pada al Qur’an

Wahai manusia sekalian..dengarkanlah dan ta’atlah kamu kepada pemimpin kamu , walaupun kamu dipimpin oleh seorang hamba sahaya dari negeri Habsyah yang berhidung pesek, selama dia tetap menjalankan ajaran kitabullah (Al- Quran ) kepada kalian semua.

(8) Kewajiban berbuat baik kepada hamba sahaya

Lakukanlah sikap yang baik terhadap hamba sahaya. Berikanlah makan kepada mereka dengan apa yang kamu makan dan berikanlah pakaian kepada mereka dengan pakaian yang kamu pakai. Jika mereka melakukan sesuatu kesalahan yang tidak dapat kamu ma’afkan, maka juallah hamba sahaya tersebut dan janganlah kamu menyiksa mereka.

(9) Umat Islam adalah bersaudara satu dengan yang lain

Wahai manusia sekalian.

Dengarkanlah perkataanku ini dan perhatikanlah.

Ketahuilah oleh kamu sekalian, bahwa setiap muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain, dan semua kaum muslimin itu adalah bersaudara. Seseorang tidak dibenarkan mengambil sesuatu milik saudaranya kecuali dengan senang hati yang telah diberikannya dengan senang hati. Oleh sebab itu janganlah kamu menganiaya diri kamu sendiri.

(10) kewajiban menyampaikan khutbah Rosulullah saw kepada yang lain

Ya Allah..sudahkah aku menyampaikan pesan ini kepada mereka..?

Kamu sekalian akan menemui Allah, maka setelah kepergianku nanti janganlah kamu menjadi sesat seperti sebagian kamu memukul tengkuk sebagian yang lain.

Hendaklah mereka yang hadir dan mendengar khutbah ini menyampaikan kepada mereka yang tidak hadir. Mungkin nanti orang yang mendengar berita tentang khutbah ini lebih memahami daripada mereka yang mendengar langsung pada hari ini.

Kalau kamu semua nanti akan ditanya tentang aku, maka apakah yang akan kamu katakan ? Semua yang hadir menjawab : Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan tentang kerasulanmu, engkau telah menunaikan amanah, dan telah memberikan nasehat. Sambil menunjuk ke langit, Nabi Muhammad kemudian bersabda : ” Ya allah, saksikanlah pernyataan mereka ini..Ya Allah saksikanlah pernyatan mereka ini..Ya allah saksikanlah pernyataan mereka ini..Ya Allah saksikanlah pernyatan mereka ini ” [Hadis Bukhari dan Muslim].

Geopolitics of the Mumbai Attacks



On the 26th November the world watched as the mass murder of people was taking place in the Indian city of Mumbai. A group of gunmen carried out what was described as a very sophisticated operation with Indian commando's struggling to cope and failing to contain the attack.

On the surface the attack does not seem that sophisticated due to the type of weapons used and the operations size and scope. However, multiple methods of approaching the city and excellent operational security and discipline in the final phases of the operation, enabled the last remaining attackers to hold out in the Taj Mahal hotel for several days.

The blame for the attacks was placed squarely on Pakistan by the Indian government. As of yet no evidence has been provided apart from the alleged confessions of the one of the captured gunmen, Ajmal Amir Kasab, who, it is said, admitted to being a member of Lashkar-e-Taiba and received training in Pakistan.

US Secretary of State Condoleezza Rice's visit to the region in response to the attacks has resulted in many leaks to the media, which has only fuelled the flames of mistrust. Rice's trip took place amid a rash of leaks in the Indian and US media blaming the Pakistan-based Lashkar-e-Taiba for masterminding the Mumbai attacks. An unnamed Indian official stated in the Wall Street Journal that India had identified Yusuf Muzammil of Lashkar-e-Taiba as the man who orchestrated the plan. The Indian press over the week after the bombings reported that India had "proof" that Pakistan's ISI was involved in the Mumbai attacks. Significantly, the New York Times cited an unnamed former US Defence Department official as saying that: "American intelligence agencies had determined that former officers from Pakistan's Army and its powerful Inter-Services Intelligence agency helped to train the Mumbai attackers".

No evidence has been made public to confirm any such accusations. Several articles have cast doubt on even the basic claims made about the detained gunman. The Times in London noted that Pakistani officials had been unable to trace Kasab to the village of Faridkot in Punjab-a fact widely cited by Indian police-and pointed out that there were in fact three villages with that name in the province.

India continues to allege that Pakistan was directly involved in the bombings. In New Delhi on the 3rd December, Condoleezza Rice publicly backed India's demands on Pakistan for tough measures against the alleged perpetrators of the atrocity. The following day, after meeting with President Zardari in Islamabad, she declared that Pakistan was "very focussed and committed" to fighting terrorism, but reinforced the message that the Pakistani government had to provide "unequivocal assistance" to India.

Hence the bombings are being blamed on Pakistan and pressure is being placed upon Pakistan to root out such perpetuators, without a shred of evidence being presented.

India's Domestic Woes

With general elections in early 2009 an important aspect of the bombings that has been deliberately missed is the role of right wing Hindu groups who have already been implicated in other bombings in India that resulted in violence against Muslims.

The BJP which is a coalition of Hindu parties has previously used violence such as the Gujarat massacre and the Godhra issue for electoral politics. With National elections in May 2009 Chief Hemant Karkare of the Anti-Terror task force (ATS) had already exposed links between right wing Hindu groups and the Malegoan and Samjauta express blasts, something which was designed in a manner to pin blame on Muslims. The chief had exposed the involvement of the mode of operations of various radical Hindu groups, despite severe political pressure. He was also in the middle of an investigation which would have exposed the secret links between the Indian military and Hindu terror groups. His investigation resulted in uncovering the involvement of three Indian military intelligence officers in terrorist acts that were blamed on Muslim groups. In the very first hours of the Mumbai attack, the unknown attackers were able to achieve a singular feat: the targeted murder of Hemant Karkare,

Right wing Hindu groups began an aggressive advertisement campaign across India urging a scared population to rise against the government. Two days after the attacks, front-page advertisements appeared in several newspapers in Delhi showing blood splattered against a black background and the slogan "Brutal Terror Strikes At Will" in bold capital letters. The ads signed off with a simple message: "Fight Terror. Vote B.J.P." There were also advertisements that were cast as an appeal from Atal Bihari Vajpayee, the prime minister in the last BJP led coalition government. They cited the loss of lives in Mumbai and concluded, "We must elect a government that can fight terror tooth and nail."

The right wing Hindu groups who make up the coalition in the BJP want to see India emerge as a superpower closely allied with the United States. They are excited about American plans for India as a regional policeman and have no problem in confronting Pakistan to achieve this status. They think time is slipping and they don't want a hesitant political leadership in their way. Already the instability in the wake of the Mumbai attacks is being exploited to start a war with Pakistan. The fact that this will also help the US military facing a tough time in Afghanistan appears to be more than just a coincidence.

This is why public opinion in India is shifting from stunned to furious. India's government led by the Congress party is politically weak and nearing the end of its life span. It lacks the political power to ignore the attack, even if it were inclined to do so. If it ignored the attack, it would fall, and a more intensely nationalist government would take its place.

The position of the Congress party was further hampered by a US official who told the Associated Press that the Indian authorities had been told of an apparent plot to launch an attack on Mumbai from the sea. The leaking of such information by the US at such a crucial time for the Congress led government has played directly into BJP hands.

Pakistan

The US and India for some time have accused Pakistan's Inter-State Intelligence (ISI) apparatus and elements within the army of supporting, training and maintaining Jihadi groups throughout the region. In order to understand this claim and the subsequent actions Pakistan is continually being pressurised to undertake, the reality of Jihadi groups and the role they have played in the region needs to be understood.

The Soviet invasion of Afghanistan in 1979 was not viewed as an isolated event of limited geographical importance but had to be contested by the US who viewed it as a potential threat to the Persian Gulf region. Operation Cyclone was the code name for the United States CIA programme to arm the Afghan mujahideen. The US also initiated programs for training Jihadi groups in techniques such as car bombings and assassinations and in engaging in cross-border raids into the USSR. The so called support for Islamisation was seen as necessary and a useful tool to drive out the Soviet Union. In this way the US through Pakistan and the ISI trained and funded many Jihadi groups.

The US eventually stopped all funding after the Soviet withdrawal in 1989 and essentially left Pakistan to pick up the mess. The cooperation between the Pakistani army, Mujahideen and the ISI meant relations ran deep and this continued until 9/11. After the events of 9/11 the Jihadi groups, the training camps and Pakistan's support to the Taliban were seen as counter to US interests. As a result when Musharraf sided with the US in the war on terror the supply line that fed the network of Jihadi groups ceased.

It should be remembered that the Taliban and all the mujahideen groups could not exist without the support Pakistan provided them. They were never independent and therefore could never become self-sufficient. For the US the Islamisation programme has essentially outlived its use and was now threatening US interests. Therefore after 9/11, in cahoots with General Musharraf, the US has worked to actively reverse this process. However, the US is finding that many elements within the army and especially within the ISI are refusing to end their support to the Mujahideen. The US is also in similar vain looking to reverse the Islamic revolution which it secretly backed in Iran in 1979 as it has outlived its use but is finding similar problems as conservatives exist across the military, intelligence services and judiciary.

It is for these reasons Pakistan is continually blamed for having radical elements amongst its ranks. Musharraf was given over $10 billion dollars to purge his army and carry out military action along the Durand line against targets chosen by US intelligence. Although Musharraf complied, on many occasions due to pressure from elements within the army, deals were made with tribal leaders to not support the Taliban and other Jihadi groups. However after 5 years the US has found this strategy has failed and the Taliban have returned even stronger.

It is for this reason the bombings in Mumbai have been used to pressurize Pakistan to remove the radical (Islamic) elements within the military apparatus as well as the ISI. Pakistan is also being accused of having training camps (which the US funded during the Soviet invasion) which need to be bombed, so that the US and NATO can win the war in Afghanistan.

Without Pakistan's cooperation the US would be in a real predicament since it would be unable to gain full grip on the region.

Regional Geopolitics

President elect Barack Obama has made it very clear that the real war is not in Iraq but along the Durand line in the sub-continent. Pakistan is right in the middle of this geopolitical struggle. However the problem is not actually Afghanistan, but central Asia. Afghanistan became a problem because the US has failed after five years to dominate Afghanistan.

US interests in the region, centre around containing China and attempting to deal with a resurgent Russia who is adamant on bringing back under its fold all the nations that formed the USSR. The US in the mid-1990's viewed India as key to containing China and as a result the US through many multinationals and defence deals worked to develop India as a counter weight to China. The biggest problem the US-India axis faced was the huge financial burden India had in maintaining troops in Kashmir. Hence the key for the US in the region is solving the Kashmir dispute, which will then allow India to police the region. However Islamic elements within the Pakistan army continue to frustrate such a plan.

All this clearly shows that the region will only grow in importance, and Pakistan holds the key for US hegemony in the region.

If all such issues are taken in to account any of the following scenario's are possible:

* The position of the Congress Party has weakened considerably with the Mumbai bombings. Radical elements from the right have successfully created public opinion against the Congress led government in regards security failures and inaction. Congress will have to undertake some action if it wants to win the general election in 2009. India may push forces forward all along the Indo-Pakistani frontier, move its nuclear forces to an alert level, and may even bomb some targets in order to appease domestic public opinion.

* Given the nature of the situation India could attack short distances into Pakistan and even carry out air strikes deep in Pakistan. However this would be fraught with danger due to the response Pakistan could give.

* India may move to a near-war posture, but will use this to make demands of Pakistan, such as passing intelligence and dismantling Jihadi training camps. However the problem with this outcome is that it may be seen as insufficient action by the Indian public.

* For the US any type of confrontation between India and Pakistan means Pakistani forces would be shifted from the Durand line to the border with India, which in essence would give the Taliban a field day as the noose that was attempting to tighten it would have disappeared.

* The US in all cases will have to heed to Indian demands to increase the military presence against Pakistan to a near war situation. This places the US in a considerable dilemma since its forces will have to defend themselves on their own. However, more importantly a stray bullet, missile or tank on the Indian Pakistan border could kick-start a war.

* Both the US and India will up the ante against radical elements within the Pakistani establishment. The US will pressurise the Pakistan government to dismantle the Jihadi training camps, bomb those who support them and purge the army and ISI. This to some extents will create a problem in Pakistan as Zardari's civilian government is weak and unable to impose itself on the military. Zardari's initial decision of sending the head of the ISI caused him much embarrassment. Lieutenant General Ahmad Shuja Pasha sent a lower ranking officer, which for the US and India will continue to be used as a basis to prove that radical elements actually run the country.

* In the long term this may very well mean the US will extend bombing well into Pakistan and do the job the Pakistani army refuses to do. However this will lead to a direct confrontation with Pakistan and its army, and the current US situation in the region is very weak to carry out such operations.

A Resurgent Pakistan

Islamabad has been unable to control radical Pakistani Islamic groups. India in the past did not want war with Pakistan as it felt it had more important issues to deal with domestically. New Delhi therefore accepted Islamabad's assurances that Pakistan would do its best to curb terror attacks, and after suitable posturing, allowed tensions originating from Islamist attacks to pass. However this will in all cases not happen after the Mumbai bombings.

For Pakistan it will have a much more aggressive India and the US who is not only bribing Pakistan with aid to kill its own people, but is very quickly running out of patience with Pakistan's performance.

Pakistan finds itself at the centre of a geopolitical conflict that will only get more complex as the aftermath of the Mumbai attacks unfold. Pakistan has done nothing to shape the geopolitics that is unfolding in front of its very eyes. The civilian government of Zardari is out if its league and has reduced itself to being America's proxy. The Radical (Islamic) elements within Pakistan understand US intentions well and are attempting to defend Pakistan against US hegemony. However they have found resistance from secular elements within the establishment.

Pakistan actually has no choice but to restructure the nation so it can better deal with the geopolitics that is being played out. However weak anyone considers Pakistan it actually has all the ingredients that will allow it to industrialise rapidly and take its destiny into its own hands. This can be seen as:

* Pakistan has actually sustained America's war in Afghanistan by supplying it essential fuel. According to expert data, almost 80% of the fuel used by the American war machine in Afghanistan is currently being supplied by Pakistani refineries.

* Pakistan has immense varieties of minerals and natural resources. Baluchistan province is a mineral rich area having substantial mineral, oil and gas reserves which have not been exploited to their full capacity or fully explored.

* Any developing nation needs large reserves of energy resources as industrialisation would not be possible without them. Whilst countries like Japan and Germany were forced into territorial expansion and colonialism due to their small energy resources, Pakistan has no such problem. Pakistan has no shortage of coal and gas. Pakistan has been blessed with the world's largest untapped coal reserves, whilst its operational coal reserves are the 4th largest in the world. The Thar coal field in Sindh is the world's largest coal field. Thar coal is one of the world's largest lignite deposits discovered spread over more than 9,000 sqkm. It comprises around 175 billion tonnes of coal which is the equivalent of 618 billion barrels of crude oil. This would meet country's fuel requirements for centuries.


* Pakistan has managed to achieve virtual self sufficiency in submarine development, tanks, aircraft overhaul, bullets, arms, trainer aircraft, combat aircraft, frigates and navy ships. The Pakistan Aeronautical Complex facility is the world's third largest assembly plant assembling and manufacturing aircrafts.


* Pakistan has managed to establish the foundations of a manufacturing sector and military industry. All it would need to do is expand its capacity. It has already managed to develop nuclear weapons, its own drones, a tactical ballistic missile programme and a basic space programme. With the political will, only achievable today with a sincere Islamic leadership, Pakistan could very easily become a global player.

Pakistan needs to restructure the economy as well as the nation in order to deal with its problems and challenges. The current scenario, if allowed to continue, will lead to the inevitable fragmentation of Pakistan. However unlike Iraq, Pakistan has all the ingredients it needs to change. All it needs is the political will to do so. Pakistan must take its destiny into its own hands and become the Khilafah, which the Messenger of Allah promised would return. So we ask the people of Pakistan, in their capacity as Muslims who belong to this noble Ummah, to work with Hizb ut-Tahrir and rise up against these rulers and systems and replace them with the Khilafah ruling system.

"Allah has promised, to those among you who believe and work righteous deeds, that He will, of a surety, grant them in the land, inheritance (of power), as He granted it to those before them; that He will establish in authority their religion - the one which He has chosen for them; and that He will change (their state), after the fear in which they (lived), to one of security and peace: 'They will worship Me (alone) and not associate aught with Me. 'If any do reject Faith after this, they are rebellious and wicked." [Surah Nur 24:55]

Source: www.khilafah.com and www.mykhilafah.com

Monday, December 1, 2008

The Story of Yoga

Sekali lagi fatwa yang dikeluarkan oleh Majlis Fatwa Kebangsaan (MFK) menarik minat umat Islam untuk diperbincangkan. Kali ini berkenaan dengan pengharaman senaman yoga, selepas sebelum itu isu fatwa pengharaman pengkid telah dikeluarkan oleh pihak yang sama. Pelbagai pandangan telah diberikan oleh umat Islam berkenaan isu pengharaman senaman yoga ini, sebagaimana juga dengan isu pengharaman pengkid. Bukan sekadar pandangan atau kritik, malah kekeliruan juga banyak muncul hasil dari keputusan majlis fatwa ini.

Beberapa hari lepas, pengerusi MFK, Prof Datuk Dr Abdul Shukor Husin, berkata senaman yoga berasal daripada masyarakat Hindu menggabungkan tiga unsur, iaitu amalan fizikal (senaman), keagamaan serta mantera pemujaan bagi mendapatkan ketenangan, manakala kemuncaknya penyatuan diri dengan tuhan, boleh merosakkan akidah umat Islam. Oleh itu, katanya, ahli majlis itu memutuskan apa juga jenis dan bentuk amalan yang mengandungi unsur sedemikian dilarang dan bertentangan dengan syariat Islam.

Walaupun terdapat pihak yang mengkritik, namun di sini kita melihat satu usaha yang baik telah dilakukan oleh pihak Majlis dalam usaha mereka untuk menjaga aqidah umat Islam itu sendiri. Tetapi apa yang lebih penting yang perlu kita sedar adalah bahawa fatwa ini tidak akan dapat memberikan kesan apa-apa kepada masyarakat jika sekiranya ianya tidak di dokong oleh penerapan undang-undang oleh negara. Hukum haramnya pengkid mahupun senaman yoga ataupun apa sahaja yang dikeluarkan oleh Majlis Fatwa Kebangsaan itu hanya akan menjadi sekadar penyedap hati yang dapat memuaskan segelintir umat Islam. Tetapi hakikatnya adalah, fatwa yang dikeluarkan itu tidak akan dapat dilaksanakan di tengah-tengah kehidupan umat. Dengan kata lain, umat Islam di Malaysia boleh ‘percaya’ bahawa yoga itu haram, namun jika ada di kalangan umat Islam yang masih melakukan yoga, maka siapakah yang akan mengenakan hukuman terhadap perbuatan tersebut?

Wahai umat Islam! Wahai penguasa umat Islam! Wahai para ulama kaum Muslimin! Sedarlah bahawa Islam itu bukan hanya sekadar fikrah yang hanya tertulis sebagai suatu maklumat semata-mata, tetapi ianya adalah sesuatu yang wajib dan perlu diterjemahkan sebagai suatu thariqah pelengkap kepada keyakinan kita bahawa Islam itu adalah merupakan suatu cara hidup yang sempurna. Dalam erti kata yang mudahnya hukum-hakam Islam itu wajib diterapkan di dalam kehidupan umat Islam itu secara nyata. Sebagai contoh, fikrah Islam mengajar bahawa zina itu haram dan sesiapa melakukan zina, maka dia wajib dihukum 100 kali rotan. Thariqah Islam di dalam kes ini menyatakan bahawa wajiblah ada satu institusi yakni Mahkamah Khusumat yang wajib menjatuhkan hukum ke atas pelaku zina dan merotan mereka dengan 100 kali rotan. Penggabungan di antara fikrah dan thariqah inilah yang menjadikan Islam sebagai agama yang sempurna.

Tidak ada guna jika zina difatwakan haram, namun tidak ada hukuman ke atas pelaku zina, sebagaimana di dalam kes tidak ada hukuman ke atas pelaku yoga ini. Juga, tidak ada guna jika zina difatwakan haram, namun pelakunya hanya dihukum 6 kali sebatan. Islam bukanlah satu agama yang mengandungi hukum-hakam yang hanya perlu ‘difatwakan’, namun tidak ada ‘akibat’ (hukuman) dari pelanggaran keharaman tersebut. Dalam erti kata yang mudahnya Islam itu bukan hanya sekadar untuk ‘difatwakan’ semata-mata bahawa itu haram dan itu halal, tetapi ianya adalah suatu bentuk fikrah dan thariqah yang wajib diterapkan oleh individu, masyarakat dan juga negara.

Dalam pada seluruh Malaysia, khususnya umat Islam di Malaysia kecoh kerana pengharaman senaman Hindu ini, umat Islam hendaklah sedar bahawa banyak lagi senaman lain yang mengandungi unsur haram di dalamnya. Boleh dikatakan semua senaman yang lain yang dilakukan oleh umat Islam, khususnya yang selalu dianjurkan dan banyak juga yang muncul di kaca TV adalah juga haram hukumnya. Apa tidaknya, semua senaman yang muncul di kaca TV memaparkan perempuan yang tidak menutup aurat dan kalau menutup aurat sekalipun, di dalam keadaan yang cukup tidak sempurna seperti berbaju T dan berseluar track. Walhal pakaian bagi wanita Muslimah yang diwajibkan oleh Allah di dalam Al-Quran adalah berjilbab dan bertudung labuh. Perbuatan perempuan yang tidak bertudung atau bertudung pendek, terkinja-kinja melompat ke sana-sini, berbaring, berlakunya ikhtilath (percampuran) di antara kaum lelaki dan banyak lagi perbuatan lainnya, semuanya adalah haram!

Justeru, semua bentuk senaman ini juga mesti difatwakan haram oleh Majlis Fatwa. Kita tertunggu-tunggu dan tertanya-tanya sama ada Majlis Fatwa Kebangsaan akan mengeluarkan fatwanya terhadap senaman-senaman lain yang jelas-jelas haram di sisi Islam, walaupun tidak terdapat unsur pemujaan sekalipun. Janganlah hendaknya MFK memilih-milih untuk berhukum dengan hukum Allah ini kerana jelas bahawa membeza-bezakan hukum Allah ini adalah suatu perkara yang pastinya mengundang murka dan azab dari Allah swt. FirmanNya:

“...Apakah kamu hanya beriman kepada sebahagian (dari isi) Kitab dan kufur (mengingkari) akan sebahagian yang lain? Maka tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian itu dari antara kamu selain dari kehinaan ketika hidup di dunia, dan pada hari kiamat akan dimasukkan mereka ke dalam azab seksa yang amat berat. Dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai akan apa yang kamu kerjakan. Mereka itulah orang-orang yang membeli (mengutamakan) kehidupan dunia (dan kesenangannya) dengan (meninggalkan perintah-perintah Allah yang membawa kebahagiaan dalam kehidupan) akhirat; maka tidak akan diringankan azab seksa mereka (pada hari kiamat), dan mereka pula tidak akan diberikan pertolongan” [TMQ al-Baqarah (2):85-86].

www.mykhilafah.com

www.mykhilafah.com

Kuasa politik vs kuasa polis

Ketua Polis Negara, Tan Sri Musa Hassan mengingatkan ahli-ahli politik supaya tidak mencampuri urusan anggota Polis Diraja Malaysia (PDRM) berhubung tugas penguatkuasaan yang dijalankan. Ini merujuk kepada terdapatnya di kalangan ahli-ahli politik yang menggunakan pengaruh mereka untuk membatalkan saman yang telah dikeluarkan kepada orang ramai. Ada yang datang sambil membawa 100 saman dan meminta PDRM membatalkannya. Tambah Musa, ini akan menyukarkan PDRM untuk melaksanakan tugasnya secara profesional.

Jika selama ini, kes orang-orang politik yang keji ini campur tangan di dalam memberi arahan kepada polis untuk melakukan sesuatu tindakan tidak pernah dipublikasikan, kini ia telah dinyatakan secara terang-terangan oleh Ketua Polis Negara sendiri. Bagaimanapun, kita tidak tahu apakah niat Musa Hassan di dalam membuat pendedahan sebegini. Apakah beliau benar-benar ingin melakukan kerja secara profesional dan tidak mahu ada campur tangan dari kuasa politik atau mungkinkah ada arahan dari orang politik lain yang lebih tinggi jawatannya agar dilakukan pendedahan untuk menjatuhkan orang politik yang lebih rendah tersebut. Hanya Musa Hassan dan Allah SWT yang tahu hakikatnya.

Namun apa yang pasti, selama ini memang terdapat golongan politik yang ‘memberi arahan’ kepada pasukan polis dan hal ini ternyata memberi kesan kepada polis. Dengan adanya pendedahan ini, trek rekod polis yang memang buruk pada pandangan masyarakat, nampaknya akan semakin buruk. Apa tidaknya, telah terbukti bahawa ‘kuasa politik’ selama ini telah campur tangan di dalam kuasa polis dan nampaknya kuasa politik lebih ‘powerfull’ dari kuasa polis, walaupun hal itu terletak di dalam bidang kuasa polis.

Jika polis benar-benar ingin dilihat profesional, bukan setakat campur tangan di dalam kes saman trafik sahaja, malah campur tangan di dalam kes-kes lain, termasuklah kes-kes yang berprofil tinggi, mestilah didedahkan oleh Ketua Polis Negara. Pendedahan yang ikhlas amat penting agar polis dinilai oleh rakyat sebagai sebuah badan yang benar-benar menjaga keamanan rakyat, bukannya menjaga ‘keamanan’ orang-orang politik yang berpengaruh. Namun, beranikah KPN mendedahkan segala campur tangan yang ada?

Pihak polis mestilah menjalankan kerja secara profesional, bukannya mematuhi arahan orang politik secara membabi buta. Semua campur tangan di dalam hal lain juga mestilah dihentikan, bukan sekadar hal saman sahaja. Ini termasuklah ‘menerima arahan’ untuk melakukan sesuatu tindakan yang jelas bertentangan dengan hukum syarak. Contohnya arahan dan campur tangan daripada ahli-ahli politik yang menyuruh PDRM melakukan tangkapan ke atas golongan yang menyeru kepada Islam.

Siapa tidak tahu bahawa jika ada sahaja apa-apa demonstrasi, ceramah atau apa jua penerbitan yang memuhasabah pemerintah, maka hal ini akan terus diperhatikan dan diambil tindakan segera oleh polis. Berapa ramai dari kalangan pendakwah yang ikhlas berjuang untuk menegakkan agama Allah di muka bumi ini yang sering berhadapan dengan tangkapan oleh pihak polis. Walhal PDRM seharusnya menjadi pelindung kepada seluruh rakyat dan bukannya melindungi beberapa kerat pemimpin yang berpengaruh. Merekalah yang seharusnya memastikan hukum Allah ditegakkan, bukannya menghalang penegakan hukum Allah. Tindakan PDRM yang menghalang sungguh-sungguh pendakwah dari memuhasabah pemerintah sekular sekarang dan tindakan mereka menghalang dari penegakan deenullah sangatlah hina di sisi Allah, dan di sisi orang-orang yang beriman. Kerana ini, tidak hairanlah ramai yang menganggap dan mengatakan bahawa hubungan polis dan kerajaan hanyalah umpama hubungan anjing dan tuannya.

PDRM selaku badan yang menjaga keamanan memang seharusnya bertindak dengan telus dan memastikan syariat Islam ditegakkan. Hanya dengan cara itu sahajalah PDRM akan dilihat sebagai sebuah badan yang profesional dan bersih dari segala undur maksiat.

Di dalam Daulah Islam, pasukan keamanan di dalam negeri atau polis diberi tugas yang mulia, iaitu memelihara dan menjaga syariat Islam, mengelola keamanan di dalam negeri, memastikan semua syariat Islam dipatuhi oleh setiap rakyat. Ini berdasarkan Hadis daripada Rasulullah Sallahu alaihi wa Sallam yang menerangkan perlantikan Qais bin Saad sebagai ketua pasukan polis dan di sentiasa diletakkan di sisi Rasulullah. Imam al Bukhari telah meriwayatkan dari Anas bin Malik yang bermaksud:

“Sesungguhnya Qais bin Saad di sisi Nabi saw. memiliki jawatan sebagai ketua polis dan ia termasuk di antara para amir”

Hadis ini menunjukkan bahawa betapa rapatnya hubungan polis dengan pemerintah, tetapi tugasnya adalah menerapkan apa jua perintah Rasulullah yang berupa hukum-hukum Allah ke atas manusia. Dengan kata lain, tugas mulia pasukan polis adalah memastikan hukum Allah berjalan di muka bumi. [Ajhizah ad-Daulah al-Khilafah fil hukm wal Idarah -Struktur Negara Khilafah : Pemerintahan dan Administrasi- Hizbut Tahrir hlm 161]

Saturday, October 25, 2008

Wang Simpanan Anda Akan Selamat Dalam Daulah Khilafah


Bank runs’ (keadaan di mana para pendeposit dalam keadaan panik pergi ke bank untuk mengeluarkan deposit mereka) merupakan fenomena yang berlaku akibat penggunaan fractional-reserve banking (sebuah bentuk perbankan di mana bank hanya menyimpan sebahagian kecil dari wang pendeposit sedangkan sebahagian besar darinya dijadikan sebagai modal untuk mengeluarkan pinjaman).

Bank menurut sejarah adalah sebuah gudang penyimpanan wang. Di mana para pelanggan menyimpan emas (pada masa itu) supaya keselamatannya terjamin. Pada mulanya pelanggan akan dikenakan bayaran atas perkhidmatan tersebut. Lama kelamaan pihak bank dapati para penyimpan jarang mengeluarkan keseluruhan deposit mereka.Dengan itu, pihak bank boleh mengeksploitasi bahagian deposit yang tidak digunakan (kerana tidak dikeluarkan oleh pelanggan) untuk menambah keuntungan, dengan cara mengeluarkan pinjaman yang berasaskan interest (riba). Bank-bank ini telah pergi lebih jauh dalam usaha untuk memperolehi keuntungan yang lebih besar dengan mengeluarkan resit kepada deposit yang tidak wujud. Amalan ini menyebabkan penambahan penawaran wang melebihi dari jumlah sebenar deposit yang ada dalam simpanan mereka.

Malangnya, amalan ini tidak diharamkan seperti kesalahan mencetak wang palsu atau mencuri. Sedangkan ia merupakan satu bentuk ‘rompakan’ yang besar yang berlaku setiap hari, yang mana hasil titik peluh orang ramai dimanipulasi oleh pihak bank untuk mendapat lebih keuntungan.

Krisis dan penyelamatan perbankan dari masalah kewangan, adalah kitaran tabie kepada ekonomi ‘boom-bust’. Fractional-reserve banking adalah amalan perbankan yang bertanggungjawab kepada meningkatnya kadar inflasi (penurunan kuasa beli oleh sesuatu mata wang) kerana peningkatan penawaran wang. Ditambah dengan godaan kemudahan kredit yang disediakan oleh bank maka gambaran krisis kewangan dewasa ini menjadi lebih jelas. Dalam kes Amerika Syarikat, wang dicurahkan ke dalam sektor hartanah, para broker yang tidak mengenal kasihan seterusnya mengambil kesempatan dari kemudahan kredit yang tidak terbatas, bank secara berterusan melalui kekuatan fractional-reserve banking untuk mengepam dan menyediakan lebih banyak kredit. Pasaran hartanah yang terlalu panas akhirnya melemah dan seterusnya jatuh menjunam, membawa jatuh bersama-samanya keseluruhan pasaran kewangan.

Apabila pasaran mula mengeluarkan bunyi gelegak seperti cerek air di dapur, maka orang ramai mula gelisah. Apabila mendengar suara krisis kecairan dan insolvensi telah mula menjangkiti sektor perbankan tempat menyimpan wang simpanan mereka, reaksi pertama adalah mengeluarkan keseluruhan wang simpanan mereka dari sana – wang yang diperoleh hasil usaha puluhan tahun mereka, simpanan hari tua dan masa depan anak-anak mereka. Inilah yang dikatakan sebagai ‘bank run’. Hari yang mana pihak bank berdoa kepada Tuhan palsu kapitalisme mereka supaya tidak kunjung tiba. Sebab bahagian wang simpanan pelanggan yang ada pada mereka hanyalah bahagian yang kecil, sedangkan bahagian besarnya telah ‘dirompak’ oleh mereka dan tidak ada di situ.

Dalam Islam hanya ada satu bank utama iaitu Baitul Mal. Jika difikirkan wajar oleh Khalifah, maka terdapat juga bank-bank lain tetapi hanya sekadar sebagai tempat menyimpan wang, bukannya tempat untuk mengenakan riba kepada orang ramai. Tiada transaksi ribawi dan fractional-banking, tiada juga inflasi yang ganas dari penawaran wang yang tidak terbatas, atau kitaran kemakmuran-kemelesetan (boom-bust cycles).

Ringkasnya, wang anda akan kekal sebagai wang anda dan jika anda berlari ke bank untuk mengeluarkannya, anda akan dapati wang tersebut menanti anda.

Thursday, October 23, 2008

Legasi demokrasi

Sampai bila kita perlu menegakkan sistem jahil ini!

Ketika ahli Parlimen Sepang yang juga Menteri Kerja Raya, Datuk Ir. Mohd. Zin Mohamed berucap pada majlis penyampaian bantuan Deepavali kepada lebih 400 penduduk keturunan India di sekitar Tanjung Sepat di Sekolah Jenis Kebangsaan Tamil (SJKT) Teluk Merbau 22hb Oktober lepas, beliau menyatakan bahawa kerajaan akan terus melindungi kepentingan majoriti rakyat berbilang kaum di negara ini daripada ancaman pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab. Menurutnya lagi, kumpulan majoriti mesti dipertahankan daripada kumpulan minoriti yang cuba hendak menggugat keamanan kerana ia adalah prinsip asas demokrasi.

Mungkin kumpulan minoriti yang dimaksudkan itu adalah Hindraf dan juga kumpulan-kumpulan lain yang tidak berpuas hati dengan kerajaan. Kumpulan mana sahaja yang mengkritik kerajaan biasanya akan dianggap sebagai ‘menggugat keamanan negara’. Seperkara lagi, kumpulan-kumpulan yang mengkritik kerajaan ini juga akan dianggap sebagai menentang ‘demokrasi’ yang dianggap suci yang menjadi amalan negara sejak sekian lama. Justeru, apa sahaja tindakan mana-mana kumpulan yang menentang kerajaan akan dikatakan tidak demokratik dan akan ditafsirkan sebagai menggugat keamanan.

Inilah hakikat demokrasi yang disucikan oleh ramai orang, apatah lagi pemerintah dalam sistem sekarang. ‘Demokrasi’ akan digunakan oleh pemerintah untuk melabelkan siapa sahaja yang mereka tidak suka sebagai ‘melanggar prinsip demokrasi’. Dan apabila prinsip suci ini dilanggar, maka setiap orang akan menjadi bersalah dan akan dihukum.

Idea asal demokrasi adalah memberi hak kepada setiap orang untuk bersuara dan berkumpulan. Namun oleh sebab demokrasi ini hanyalah diletakkan di bawah ketiak kerajaan, maka terpulanglah kepada kerajaan untuk membuat pelbagai tafsiran mengenainya. Walaupun mereka menafikan hak rakyat untuk bercakap, berhimpun, menubuhkan kumpulan dan sebagainya (yang sebenarnya dibolehkan dalam sistem demokrasi), namun mereka tetap menyatakan tindakan mereka menghalang semua ini sebagai demokratik. Kerana apa? Kerana ‘definisi’ demokrasi adalah di tangan mereka dan mereka memiliki hak mutlak untuk menafsirkannya.

Justeru, mana-mana individu atau kumpulan yang mereka tafsirkan sebagai membahayakan demokrasi, maka individu atau kumpulan terbabit biasanya akan ditangkap, termasuklah para pejuang Islam yang ingin menegakkan agama Allah. Walaupun tanpa bukti yang para pejuang Islam ini menimbulkan kekacauan, ketidakstabilan atau keganasan, namun oleh sebab tindakan mereka mengkritik kerajaan, maka ini dikatakan boleh menimbulkan huru-hara dan adalah bertentangan dengan prinsip demokrasi.

Hakikatnya demokrasi bukanlah memberi kesejahteraan kepada rakyat tetapi hanya memberi kesejahteraan kepada pemerintah. Demokrasi memberi kebebasan sepenuhnya kepada pemerintah untuk sewenang-wenangnya menggubal pelbagai undang-undang dan peraturan, hatta sezalim mana sekalipun undang-undang tersebut, selagi mana majoriti ahli-ahli parlimen menyokongnya, maka ia akan diluluskan. Dengan inilah wujudnya, ISA, OSA, AUKU, Akta Penerbitan dan Mesin Cetak dan banyak lagi akta-akta lain yang bertentangan sama sekali dengan Islam yang mereka luluskan demi membendung mana-mana orang atau kumpulan dari mengkritik kerajaan. Inilah hakikat demokrasi yang disucikan oleh kerajaan kerana dapat menjaga ketamakan, kerakusan dan kezaliman mereka terhadap rakyat.

Jadi, kepentingan siapakah yang sebenarnya dilindungi oleh demokrasi, rakyat atau kerajaan? Kerajaan kononnya mengatakan bahawa mereka akan memastikan kepentingan majoriti rakyat dilindungi tetapi pada masa yang sama hak rakyat dirampas sewenang-wenangnya. Kepentingan dan hak rakyat ke atas hasil minyak, gas, balak dan hasil bumi lainnya, semuanya telah dikaut oleh pemerintah dan pemerintah menjadi kaya raya kerananya, manakala rakyat terus merana. Bila rakyat bersuara ingin menuntut hak mereka, dengan kata lain mengkritik kerajaan kerana hak mereka telah dirampas, maka perbuatan rakyat ini akan terus dicop sebagai melanggar prinsip demokrasi. Inilah keindahan demokrasi yang dinikmati oleh kerajaan dan rakyat yang masih belum sedar bahawa demokrasi hanyalah sebuah sistem kufur yang diwariskan dari penjajah terus menerus berusaha memperjuangkannya, walhal mereka senantiasa dalam keadaan ditipu dan ditindas oleh pemerintah, atas nama demokrasi!

Sultan Murka

Speaker DUN Kelantan, Ustaz Nasaruddin Daud memberikan peluang sehari kepada Berita Harian untuk menarik balik kenyataan Akhbar Berita Harian semalam yang bertajuk Sultan murka kerajaan PAS gagal tadbir Kelantan. Dalam artikel ini kelihatan Berita Harian cuba memanipulasi titah ucapan Sultan Kelantan kepada kerajaan negeri yang dipimpin PAS, untuk menghentam PAS yang pada pandangan mereka gagal mentadbir kerajaan negeri. Hentaman dan propaganda Berita Harian ini cuba ‘dilapik’ mereka dengan titah ucapan Sultan.

Mungkin Berita Harian cuba memulangkan paku buah keras kerana sebelum ini PAS dilihat menyerang Kerajaan Pusat dengan kenyataan Sultan Kelantan melalui tulisan yang bertajuk Sultan tegur kerajaan pusat lambatkan projek pembangunan di Kelantan. Isu itu tidak dijawab oleh kerajaan Pusat, tetapi kemudian Berita Harian kini cuba menyerang balik PAS dengan penulisan yang hampir sama. PAS bagaimanapun terus merespon kepada serangan ini dengan meminta Berita Harian menarik balik laporan. Berita Harian pula hari ini memuatkan satu penulisan untuk melawan balik dan mempertahankan kebenaran dengan tulisan Tajuk berita titah Sultan dibantah.

Bermula dengan pertikaman pena, kemudian pertikaman lidah dan tidak mustahil boleh membawa kepada mahkamah, semuanya kerana teknik penyampaian/penulisan berita dalam Sistem Kapitalis yang cuba untuk menjatuhkan satu sama lain, walaupun penulisnya beragama Islam dan bersaudara. Berita sering dimanipulasi sedemikian rupa untuk menutup kelemahan sendiri dan mencari kelemahan orang lain dengan tujuan untuk memburuk-burukkan atau menjatuhkan pihak lawan.

Perseteruan yang melibatkan dua kerajaan ini (kerajaan negeri dan kerajaan pusat) hanyalah menyebabkan rakyat menjadi mangsa, ibarat kata pepatah gajah sama gajah berlawan, kancil mati di tengah-tengah. Siapa tak tahu yang rakyat Kelantan sering di anak tirikan oleh Kerajaan Pusat dengan tidak memberi atau pun melambat-lambatkan segala projek atau pemberian geran dan sebagainya, semata-mata kerana yang memimpin Kelantan adalah mereka yang datang dari parti yang berbeza dari kerajaan Pusat. Kerajaan Pusat seolah-olah memberitahu bahawa inilah padahnya jika kamu mengundi selain UMNO/BN. Inilah hakikat sebuah parti sekular yang sememangnya tidak akan dapat bekerjasama dengan sebuah parti Islam.

Sistem demokrasi telah mengajar bahawa yang memimpin kerajaan adalah parti politik. Oleh itu, mana-mana parti yang memimpin sudah secara tabiinya akan mengutamakan rakyat yang merupakan ahli partinya dari ahli parti lain. Mereka memandang dan melayan ahli-ahli dari parti lain seolah-olah seperti ‘musuh’, walaupun akidah keduanya adalah sama-sama Islam. Kerana cara berfikir yang salah inilah yang telah menyebabkan rakyat yang tidak separti dengan pemerintah terabai.

Sedangkan Islam mengajar bahawa kewajipan seorang pemimpin adalah untuk menjaga kebajikan rakyat dan mengatur hal ehwal mereka, tidak kiralah parti apa yang dimasuki rakyatnya, atau yang tidak mempunyai parti atau bahkan jika rakyatnya kafir sekalipun. Selama mana mereka adalah rakyat, maka kewajipan bagi pemimpin/pemerintah untuk menjaga mereka. Sabda Rasulullah saw,

“Imam (pemimpin) itu pemelihara dan dia bertanggungjawab di atas orang yang dipelihara (rakyat)nya” [HR Muslim]

Menurut Imam Nawawi dalam Syarah Muslimnya, perkataan al-ra’i dalam hadis ini bermaksud pemimpin atau pemelihara yang diberikan amanah dan tegas dalam menjalankan amanahnya sebaik mungkin bagi memastikan kebaikan, keselamatan dan kesejahteraan apa yang diamanahkan kepadanya sama ada dari segi kehidupan keduniaan dan keagamaan atau keakhiratan dan lain-lain perkara yang bersangkutan dengan kedua-duanya.

Justeru, bukanlah tugas pemimpin (sama ada Kerajaan Negeri mahupun Kerajaan Pusat) membuat laporan-laporan akhbar yang boleh menipu rakyatnya sendiri, atau memutar belit berita yang boleh mengelirukan atau pun berpolemik dengan berita, apatah lagi melaporkan berita yang boleh menyebabkan pergaduhan sesama umat Islam.

Islam memandang penting akan berita-berita yang dilaporkan sehingga Allah SWT menyeru kita agar melakukan pemeriksaan rapi terhadap berita yang kita dengar. Firman Allah,

“Wahai orang-orang yang beriman! jika datang kepada kamu seorang fasik membawa suatu berita, maka selidikilah (untuk menentukan) kebenarannya, supaya kamu tidak menimpakan sesuatu kaum dengan perkara yang tidak diingini, dengan sebab kejahilan kamu (mengenainya) sehingga menjadikan kamu menyesali apa yang kamu telah lakukan" [TMQ al-Hujurat (49):6]

Justeru, kita sepatutnya keluar dari polemik yang boleh memecahbelahkan lagi sesama umat Islam dan kita sepatutnya bersama-sama berusaha untuk menyatukan umat Islam di bawah satu pemerintahan dengan menegakkan kembali Sistem Khilafah. Hanya dengan ini sahajalah, maka tidak akan wujud lagi konsep ‘kerajaan negeri’ dan ‘kerajaan pusat’ yang menjadi amalan dalam sistem federasi di Malaysia yang telah ditinggalkan penjajah kuffar ini.

Zakat untuk orang kafir

Zakat dan peranan sebenarnya

Dua anggota pembangkang mempersoalkan langkah Ahli Dewan Undangan Negeri (ADUN) kawasan Kota Damansara, Dr. Mohd. Nasir Hashim yang mencadangkan agar kerajaan negeri menyalurkan sebahagian peruntukan zakat kepada bukan Islam di Selangor. Datuk Dr. Satim Diman (BN-Sri Serdang) dan Abdul Shukur Idrus (BN-Kuang) berkata, soal pengurusan wang zakat tidak harus dibangkitkan oleh mana-mana pihak dan dijadikan isu untuk kepentingan politik. Menurutnya, wang zakat yang dikumpul adalah untuk diagih-agihkan kepada lapan asnaf yang telah ditetapkan agama Islam.

Dr. Mohd. Nasir yang juga Presiden Parti Sosialis Malaysia (PSM) membangkitkan perkara itu ketika sesi soal jawab pada sidang Dewan Undangan Negeri (DUN) Selangor, sebagai salah satu pendekatan yang boleh diambil oleh kerajaan negeri pakatan pembangkang untuk menangani masalah kemiskinan di kalangan bukan Islam. Beliau menegaskan bahawa ia merupakan soalan (kemusykilan) bukan usul. Bagaimanapun, Menteri Besar Selangor, Tan Sri Khalid Ibrahim menolak cadangan tersebut dari dilaksanakan dalam negeri yang dikuasai Pakatan Rakyat ketika ini.

Keseluruhan asnaf yang layak menerima zakat telah ditetapkan oleh Allah hanya kepada orang-orang Islam sahaja. Ia termaktub dengan jelas di dalam Al-Quran,

“Sesungguhnya sedekah-sedekah (zakat) itu hanyalah untuk orang-orang fakir, dan orang-orang miskin, dan amil-amil yang mengurusnya, dan orang-orang muallaf yang dijinakkan hatinya, dan untuk hamba-hamba yang hendak memerdekakan dirinya, dan orang-orang yang berhutang, dan untuk (dibelanjakan pada) jalan Allah, dan ibnu sabil. (Yang demikian itu) sebagai satu ketetapan dari Allah. Dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana.” [TMQ At-Taubah (9):60]

Justeru, amat naif sekali pandangan yang menyatakan agar zakat turut diberi kepada orang-orang kafir. Inilah akibatnya apabila konsep keadilan yang sama rata yang terdapat dalam fahaman sosialis ingin diterapkan ke dalam Islam. ‘Keadilan’ di dalam Islam langsung tidak sama dengan ‘keadilan’ yang ada di dalam Ideologi lain. Keadilan dalam Islam bukan bergantung pada kesamaan damal hal material yang dibahagikan kepada seseorang walaupun inilah makna keadilan yang terdapat di dalam Ideologi Sosiallis mahupun Kapitalis.

Islam memandang bahawa dua bahagian kepada anak lelaki dan satu bahagian kepada anak perempuan dalam masalah pusaka adalah adil. Islam memandang bahawa aurat lelaki dari pusat ke lutut dan aurat perempuan adalah keseluruhan anggota badan kecuali tapak tangan dan muka adalah adil. Islam memandang bahawa lelaki boleh kahwin sehingga empat manakala perempuan satu sahaja adalah adil. Dengan kata lain, keadilan di dalam Islam adalah dengan mengikuti setiap perintah dan larangan Allah, walaupun hak dan pembahagian tersebut tidak sama pada pandangan manusia. Hal ini berbeza dengan Ideologi Sosialis mahupun Kapitalis yang mengukur keadilan menggunakan akal.

Dalam Islam, orang Islam diwajibkan zakat, manakala orang kafir diwajibkan membayar jizyah. Pengiraan zakat telah tetap caranya, manakala jumlah jizyah bergantung pada pendapat Khalifah selaku ketua negara. Walaupun jumlah kedua tidak sama, namun ini adalah adil menurut Islam. Islam mengukur keadilan berdasarkan hukum wahyu, bukan hukum akal. Justeru, apa sahaja hukum yang ditetapkan oleh Allah, maka itu adalah adil bagi manusia. Sebagai Muslim, kita mesti ingat bahawa Allah adalah Pencipta Manusia, Pembuat Hukum, Maha Mengatur dan Maha Adil. Oleh itu, apa sahaja yang diputuskan oleh Allah yang berupa hukum-hukum syarak bagi manusia, maka kesemuanya adalah adil. Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan hukum Allah, maka dia adalah zalim.

Jika direnung dengan teliti, pandangan ini juga merupakan manifestasi dari fahaman liberalisme yang sedang menular di kalangan umat Islam. Ia cuba meliberalkan semua perkara termasuklah hukum-hukum Allah yang qath’ie sifatnya. Idea yang dicanangkan oleh Barat ini telah mendapat tempat di kalangan orang-orang Islam yang jahil dan jauh dari Islam. Oleh kerana kejahilan di kalangan umat Islam itu sendiri, maka fahaman dan pemikiran asing yang merosakkan Islam boleh bercambah dengan suburnya. Hukum akal didewakan oleh golongan ini, manakala hukum wahyu ditinggalkan. Malang sungguh bagi umat Islam kerana di kalangan mereka, terdapat golongan seperti ini yang menjadi pemimpin.

Apa cerita Umno

Menunggu Mac 2009

Hampir setiap hari akhbar kini memaparkan pergolakan dan pertikaian lidah antara ahli-ahli UMNO. Tidak sekadar itu, kes-kes pergaduhan, kutuk-mengutuk, baling kerusi, demonstrasi, boikot, fitnah-memfitnah, rasuah dan pelbagai kemungkaran lain turut dilaporkan berlaku sepanjang mesyuarat UMNO sekarang.

Terbaru, bekas Menteri Besar Perlis, Datuk Seri Shahidan Kassim menganggap saranan ahli Majlis Tertinggi (MT) Umno, Datuk Seri Dr Rais Yatim supaya semua jawatan tertinggi parti Umno dipertandingkan secara 'tender' sebagai menghina parti Melayu terbesar itu. Beliau berkata, gejala politik wang tidak akan dihapuskan melalui sistem itu, malah menenggelamkan amalan demokrasi kerana hanya yang mempunyai wang yang banyak yang dapat menguasai parti. Pengerusi Badan Perhubungan Umno Perlis itu secara berseloroh berkata, jika beliau diminta menilai Rais secara tender maka nilai yang akan diberikan kepadanya hanya RM1.

Setiap kali berlangsungnya pemilihan parti, haru biru UMNO jadinya dengan kerenah dan gelagat ahli-ahli parti yang berebut ingin bertanding. Apa tidaknya, kemenangan akan menjanjikan seribu satu kemewahan, siapa tidak mahu? Inilah hakikat UMNO yang masih berpegang erat dengan politik Kapitalis. Bau busuk politik kufur sekular tercium di seluruh Malaysia, apatah lagi di dalam UMNO itu sendiri. Dari dalam, bau busuk yang menerjah hidung ahlinya sendiri sudah tidak lagi dapat mereka tahan. Segala kemungkaran yang berlaku ini ibarat orang yang membuka pekung kudis dan nanah di badannya sendiri. Apabila terbuka maka keluarlah segala macam bau busuk yang meloyakan, yang selama ini ditutupi oleh baju yang cantik bergaya dan mahal harganya.

Inilah kesan dan akibatnya apabila pemikiran politik sekular kapitalisme membelenggu cara fikir ahlinya. Para pemimpinnya sendiri sudah naik muak dan jijik dengan apa yang berlaku apatah lagi orang luar yang memerhatikan sepak terajang permainan politik mereka. Penyakit rasuah yang dibungkus dengan jenama politik wang masih tidak dapat dibebaskan dari UMNO. Setiap kali naiknya seorang pemimpin UMNO, termasuklah Pak Lah sendiri, setiap kali itulah kita mendengar mereka ingin menghapuskan rasuah. Namun setiap kali itulah kita menyaksikan indeks rasuah dan gejala rasuah semakin berleluasa. Jika Pak Lah gagal membendung aktiviti haram dan keji ini di dalam parti yang dipimpinnya sendiri, bagaimanakah dia ingin menghapuskannya dalam kerajaan yang dipimpinnya?

Sampai bilakah agaknya pemimpin dan orang-orang UMNO akan sedar dan bertaubat dari segala keburukan yang mereka lakukan ini? Adakah mereka hanya akan terhantuk bila telah disepak keluar dari UMNO seperti apa yang berlaku ke atas Anwar Ibrahim? Mungkin juga. Apa yang pasti ialah, selama mereka masih menikmati ‘manfaat’ dari UMNO, walau busuk macam mana sekalipun parti assabiyyah ini, mereka akan tetap sanggup bersamanya.

Persoalan untuk kita umat Islam adalah, bagaimana mungkin kita akan mendapat rahmat atau kebaikan apabila golongan yang memimpin kita ialah golongan yang terkenal dengan politik wang, rasuah, suka memfitnah, bergaduh, menghentam sesama sendiri dan hanya mementingkan kepentingan peribadi? Apakah kebaikan yang kita harapkan dengan adanya pemimpin yang merasuah rakyat untuk menjadi pemimpin? Sebagai Muslim, anda pasti ada jawapannya!

Kita hendaklah sedar bahawa Allah swt menjanjikan kita sebagai umat yang terbaik, dengan syarat kita melakukan aktiviti amar makruf nahi mungkar,

“Kamu adalah sebaik-baik umat yang dilahirkan bagi (faedah) umat manusia, (kerana) kamu menyuruh berbuat segala perkara yang baik dan melarang daripada segala perkara yang salah (buruk dan keji), serta kamu pula beriman kepada Allah.” [TMQ Ali Imran (3):110].

Justeru, apabila umat Islam itu melakukan kemungkaran dan mencegah kebaikan dan mereka tidak beriman kepada Allah, maka mereka akan menjadi umat Islam yang terhina. Allah telah menghina golongan ini dunia dan akhirat,

“Apakah kamu hanya beriman kepada sebahagian (dari isi) Al-Kitab dan kufur akan sebahagian yang lain? Maka tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian itu dari antara kamu, selain dari kehinaan ketika hidup di dunia, dan pada hari kiamat akan dimasukkan ke dalam azab seksa yang amat berat, dan (ingatlah), Allah tidak sekali-kali lalai dengan apa yang kamu lakukan.” [TMQ al-Baqarah (2):85]

Pemimpin-pemimpin UMNO yang rata-ratanya adalah pemimpin Malaysia perlu bertanya diri mereka, apakah mereka telah menerapkan isi Al-Quran, apakah mereka telah menerapkan hududullah? Ternyata, mereka bukan sahaja tidak menerapkan hukum Allah, malah mereka berbangga menerapkan hukum kufur yang mereka luluskan dengan cara majoriti di bawah sistem demokrasi! Alangkah besarnya kemungkaran yang mereka lakukan! Inilah hakikat politik mereka. Mereka bukannya mencontohi aktiviti politik yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabatnya, sebaliknya mereka mengikuti jejak langkah politik Abu Jahal, Abu Lahab, Walid bin Mughirah, Utbah bin Rabi’ah dan sekutu-sekutu mereka. Apabila kita menasihatkan mereka dengan Islam, maka mereka sombong, mereka menjadi marah, malah mereka memantau, menangkap, menyeksa dan memenjara golongan yang menyuruh mereka menerapkan Kitabullah. Alangkah hinanya mereka!

Monday, October 20, 2008

The Capitalist Economy Self-Destructing

Ooo Brother and Sister.....

The Capitalist economy is self-destructing, just as Socialism-Communism before it. Only the Islamic model is the cure and prevents economic crises

The real-estate crisis exploded in America and engulfed mortgages, rendering debtors unable to pay their loans. Major banks and financial corporations either collapsed, or are on the verge of bankruptcy. Incited by attractive subsidy packages and public announcements of anticipated heavy profits, international banks and investment funds rushed to this sector. So, the collapse of American banks and financial establishments, globalised, spreading to the world. It is as if America sneezed, infecting the entire world, which has now caught its cold.

Some financial sector sources have estimated the losses incurred, due to the real-estate mortgage crisis, at 300 billion dollars in the US alone, and another 550 billion dollar outside America! Therefore, affected nations, particularly the wealthy ones, intervened by pumping in billions of dollars into the financial markets, to restore confidence and provide some liquidity for stimulation of economic activity. In fact, some countries intervened directly to the extent of nationalizing certain banks, as Britain did!

As such, an all important foundation of the capitalistic economy, the free market and "laissez faire," was demolished. These two matters are held as a fundamentalist belief by the capitalists. Indeed, the US Senate in December 1999 issued an act of law prohibiting any restriction upon the financial system and declared keeping the financial markets free at all cost. Subsequently, the invalidity and corruption of this foundation was manifest even to the chief advocate of capitalism,America. America announced state intervention in the market, after approval by both the Senate and the Congress of a plan devised by the US Treasury Secretary, Henry Paulson, to salvage the economy by pumping 700 billion US dollars in order to purchase financial instruments, issued by troubled banks and financial institutions in the real-estate mortgage market. And within hours of approval, the Treasury Secretary implemented the plan.

This indicates that after the burial of the Communist Socialist system, the Capitalist economic system is on its death bed!

These events triggered a world wide effort. Four of the major European states, France, Germany, Britain and Italy, gathered for a meeting and called for a wider meeting to review the financial system. Similarly, finance ministers and central bank officials of the G-7 (or G-8 if Russia is included) called for an extraordinary meeting in Washington.

But will such efforts really save the capitalist economy as intended?

Any observer of the state of the Capitalist economic system can see that the system is on the verge of collapse, if it has not collapsed already. Whatever efforts the capitalists have planned to salvage the system can only at best relieve its pain for the time being. This is because the causes of the collapse require serious treatment of capitalism's foundation, rather than mere patch work. There are four factors at the heart of capitalism's foundation that need addressing:

First: The curbing of gold as the sole standard for currency, by bringing in the dollar as a parallel standard at the end of the Second World War under the Bretton Woods' agreement, and then finally completely replacing gold by the dollar as the monetary standard in the early seventies, rendered the global economy susceptible to any economic shock in the United States. This was because the currencies of most other countries, if not all, were tied to the dollar instead of gold, even though the value of the dollar bill itself is that it is not more than a piece of paper printed in America. Even after the advent of the Euro in the arena, the dollar generally retained its position, as most currencies were tied to it.

It is for this reason that unless gold returns as the monetary standard, such economic crises will certainly be repeated. Any dollar shock will automatically shake the economies of other countries. Even American policies that impact the dollar will have effects outside of America. Indeed, this can happen with any paper, fiat currency of any influential state.

Second: Interest based loans result in great economic difficulties. Even though the original loan, or principle, gradually decreases in time with respect to the interest payments, individuals or states are unable to repay loans, in many instances. This results in a loan repayment crisis. Economic activity slows down due to the inability of many, or most, of the middle income bracket to repay loans and this effects production as well.

Third: the system and practices in the financial markets and stock exchanges of buying and selling of shares, financial instruments and commodities does not require possession of goods. Rather these are sold and bought many times over, without being actually transferred from the original seller. This practice is invalid. It causes difficulties rather than solving them, because it inflates and depreciates prices of goods, even though the goods are not in possession. All this triggers shocks in the markets. Thus profits and losses accrue through various speculative means. These may accrue repeatedly, unabated and undiscovered, until an economic crisis ensues.

Fourth: A very important factor is the complete of lack of awareness about the reality of ownership, both amongst in the East as well as the West. Under the communist socialist ideology, all ownership is vested in the state and under the liberal capitalist ideology, it is held by the private sector with no state intervention, simply because the liberal capitalist ideology promotes free market. This is further compounded and exacerbated by globalisation.

The complete ignorance of this reality leads to economic tremors and crises. This is because the ownership rights should not be held by the state and the private sector alone; rather there are three types of ownerships:

Public Ownership: consisting of solid, liquid and gaseous minerals including petrol, iron, copper, gold, natural gases etc. found in the depths of earth, all forms of energies and the energy-intensive, heavy industrial plants. These public properties are to be managed by the state and their benefits distributed amongst all the people.

State Ownership: consisting of various taxes that are collected by the state, along with revenues for the state from agricultural, trade and industrial activity, outside the ambit of public properties. The state spends these incomes on state expenses.

Private Ownership: unlike the above two, it is held by individuals and disposed off in accordance with the Shariah rules.

If these three types of ownership are considered as one and are held either by the state or the private sector, crises and failures are inevitable. This has previously led to the collapse of the communist economic model, as they had vested all ownership in the state. In the communist economic system, the sectors that must naturally be owned by the state were a success story- like the petrol and heavy industry etc. On the contrary, such sectors that must naturally be held in the private ownership, such as most agriculture, trade and small to medium industry, were a disaster and led to its downfall. Similarly, the capitalist economy has failed and is on the verge of inevitable destruction. This is because it vested ownership of public utilities and properties like petrol, gases, energy sources, heavy and even strategic arms industry to individuals, enterprises and companies, while the state remained excluded from the markets, deprived of owning things that it was responsible for in origin. This was done in the name of free markets, laissez-faire non-intervention and globalisation. The natural result of this was inevitable: repeated recessions, rapid collapse of one financial market after another and one corporation after another.

This is why the communist ideology failed, and now the capitalistic ideology is on the verge of destruction.

Without doubt, it is the Islamic economic model alone that cures and prevents the occurrence of such economic crises. For it alone has prohibited factors that lead to economic crises in the first place.

Islam mandates that only gold and silver are the monetary standard. Any paper currency issued in lieu of the monetary standard must be fully backed by gold and silver and fully convertible on demand. Consequently, paper currency of one country should not be tied to the currency of any other country. Rather each state's currency must be free of any other currency and have its own fixed, unalterable and intrinsic value.

Islam has further prohibited interest in all its forms and mandated loans to the needy to assist them, without any interest or surcharge over their principal amount. Islam mandates that the treasury, the Bait ul-Maal, maintains a separate head to provide interest-free loans to the needy and farmers in order to assist them.

Islam similarly prohibits selling of goods before the buyer takes possession, thus prohibiting transactions in goods that are not in possession. It has also prohibited transactions in financial instruments, derivatives and shares resulting from invalid contracts, as well as speculative trading, that are all allowed in the capitalist economy in the name of freedom of ownership.

Islam further prohibits individuals, companies and corporations from ownership of items coming under the ambit of public ownership, such as petrol, minerals, energy sources, electrical energy etc. and charged the state with managing them in accordance with the Shariah rules.

In this manner the Islamic economic system has addressed and treated all economic problems and crises resulting from man's heartlessness. This is the system mandated by the Creator of the universe, Who knows best what is beneficial for His creation.

O Muslims!
Allah has granted you a most honorable status through the great deen of Islam, which He revealed to His Messenger and He also warned you through it. It is due to Islam that you are raised as the best of nations before all of humankind. Your honor and prosperity lies in the implementation of this deen. And this prosperity is not for you alone, but for all of humanity, after it has endured and continues to endure oppression, under the devilish man-made systems.

Moreover, the implementation of this great deen of Islam will not be by concealing it under covers of the No ble Qur'an, but by establishing a state that implements it and carries its message to the world - the Khilafah State on the model of Prophethood- which will revive blessed, safe and secure living.

But remember that whilst you are couched in comfort, Allah will not send down His angels to establish the State. Rather the establishment of this State is obliged upon you, just as the Prophet had established a State in Madinah and his Companions and their followers had continued to do so thereafter...

O Muslims! Rejoice in your blessing, prepare yourselves and stand up to work with Hizb ut-Tahrir and support it, and seek Allah's grace to be with a Hizb which Allah سبحانه وتعالى has blessed. So, that Allah promise of granting authority and succession, as well as the glad tiding by the Prophet of the re-emergence of the Khilafah on the method of the Prophethood, are realised.

O Muslims! You are the torch bearers of well-being for the world and more deserving of its leadership.

Rasuah seks


Antara Keadilan, Pas, Umno - Politik Islam atau kufur

Fairul Azrim Ismail, 30, ahli Parti Keadilan Rakyat (PKR) yang sebelum ini mengaku mengadakan hubungan seks dengan seorang wanita China dihadapkan ke Mahkamah Sesyen di sini hari ini kerana didakwa melakukan perbuatan tersebut secara rasuah. Dia didakwa menerima daripada Mohamad Imran Abdullah suapan wanita tersebut bagi tujuan mengadakan hubungan seks. Terdahulu, Fairul mendakwa bahawa dia telah diperangkap oleh BPR untuk melakukan perkara tersebut. Dalam surat aduannya kepada Jabatan Agama Islam Perak (JAIP), Fairul Azrim mendakwa, pada 14 Ogos lalu, semasa dalam perjalanan ke Permatang Pauh, Pulau Pinang, dia bersama rakannya Zul Hassan dan Ruslan Sahat telah singgah di Hentian Rehat dan Rawat Kuala Kangsar untuk bertemu dengan Mohamad Imran yang membawa bersama tiga wanita yang dikatakan berasal dari China.

Sementara itu, Zul yang ditemui sebaik mengadakan pertemuan dengan pegawai JAIP, apabila ditanya sama ada dia turut melakukan hubungan seks, Zul berkata: “Tidak mengaku tidak boleh, dia (BPR) ada gambar.'' Katanya, dakwaan BPR bahawa dia dan dua rakannya meminta perempuan China daripada Mohamad Imran adalah tidak benar.

“Kita tak minta, tak cari, Mohamad Imran yang hantar. Serupa juga kalau orang bagi sedekah, awak tak terima ke sedekah itu?’’ ujarnya.

Ungkapan ‘zina umpama sedekah’ yang dikeluarkannya itu telah menjadi kontroversi apabila beberapa pihak terus membidasnya. Mufti Perak, Datuk Seri Harussani Zakaria menyifatkan ungkapan itu biasanya dikeluarkan oleh orang yang jahil tentang hukum agama selain merupakan satu tindakan yang cukup bodoh jika kenyataan itu bertujuan mempertahankan diri daripada kesalahan yang telah dilakukan. Manakala Anggota Dewan Undangan Negeri Perak kawasan Sungai Manik, Zainol Fadzi Paharuddin, yang terkejut dan kesal dengan kenyataan itu berkata, sebagai orang Islam, Zul seharusnya faham dan sedar ungkapan yang digunakan itu secara terang telah memalukan umat Islam. Dalam nada perli, beliau menyarankan agar ulama terutama daripada Pas memberikan nasihat dan mentarbiyyah Zul.

“Janganlah pula selepas ini ulama-ulama Pas mencari dalil dan alasan untuk menutup perkara berkenaan,” katanya.

Dalam perkembangan yang sama, Timbalan Pengerusi Parti Keadilan Perak, Zulkifli Ibrahim memberi komen bahawa ungkapan tersebut sekadar satu 'kesilapan bahasa yang tidak disengajakan'. Beliau juga meminta Jabatan Agama Islam Perak (JAIP) menyiasat mengikut Seksyen 29 Enakmen Jenayah Syariah Perak 1992 berhubung laporan yang dibuat kepada jabatan itu oleh Zul dan Fairul Azrim pada 23 September lepas bahawa mereka telah diperangkap oleh BPR untuk melakukan hubungan seks masing-masing dengan wanita dari China.

Sebagai Muslim kita pastinya tidak akan bersetuju dengan kata-kata Zul Hassan itu kerana dua perbuatan tersebut sangat bertentangan antara satu sama lain. Zina merupakan perkara yang diharamkan oleh syarak manakala sedekah pula adalah halal dan sunat hukumnya. Mana mungkin halal dan haram boleh dicampurkan sekali atau pun disamakan. Sama ada ia dibuat dengan niat dan penuh kesedaran atau pun tersasul, hakikatnya kata-kata tersebut tidak boleh diterima kerana ia dikeluarkan dalam rangka membela diri dari keharaman yang telah diakui.

Sebagai sebuah negara sekular yang berhukumkan hukum buatan manusia, Fairul Azrim telah didakwa atas kesalahan ‘rasuah seks’. Walaupun terdapat pengakuan (sebagaimana dilaporkan akhbar), namun dia tidak pula didakwa atas kesalahan zina! Kesalahan yang menjadi ‘minat’ kerajaan sekarang adalah kesalahan rasuah, bukannya zina. Biasalah negara sekular, mereka akan memilih dan mendakwa mengikut sesuka hati mereka sahaja tanpa memandang bentuk keharaman yang dilakukan.

Namun isu ini sebenarnya tidak sepatutnya difokuskan kepada ungkapan dan pengakuan yang dibuat sahaja. Kita haruslah melihat dari aspek yang lebih besar berkenaan ‘kejayaan’ sistem sekular itu sendiri dalam melahirkan orang-orang yang banyak melakukan keharaman atau maksiat kepada Allah di dalam profesion mereka, termasuklah di pihak kerajaan sebagai institusi pelaksana hukum. Dari segi politik pula, oleh sebab ‘kesalahan’ ini dilakukan oleh ahli parti pembangkang, maka kes ini perlulah dibesar-besarkan agar menampakkan keburukan pembangkang (PKR) dan melemahkan keyakinan rakyat kepada mereka. Seterusnya diharapkan agar rakyat menolak pembangkang dan beralih kepada kerajaan yang mengamalkan sekular yang lebih baik dari pembangkang.

Dari aspek uqubat Islam pula, kita dapat menyaksikan bagaimana Negara Islam Hadhari yang sekular ini tidak menerapkan hududullah di dalam kes pengakuan zina, walhal ayat Quran dan Hadis jelas memperkatakan tentang hukumannya. Ternyata, ‘rasuah seks’ dilihat lebih besar dan lebih penting bagi mereka dari ‘hubungan seks’ itu sendiri.

Alangkah jauhnya kerajaan Malaysia dari syariat Islam, malah tidak melaksanakan hudud itu langsung tidak dilihat sebagai satu kesalahan oleh mereka. Semua hukum syariat hanya tersimpan sebagai tulisan di dalam kitab suci Al-Quran, tanpa satu pun diamalkan oleh mereka, kecuali beberapa hukum-hukum ibadat seperti solat dan puasa. Islam langsung tidak diambil sebagai way-of-life oleh mereka. Dalam keburukan sekular sekarang, apakah kita masih mahu berdiam diri tanpa berusaha untuk menegakkan hukum Allah? Apakah dengan bergelumang apatah lagi menyokong kerajaan dan sistem sebegini yang kita harapkan dapat menyelamatkan diri kita dari azab Allah di akhirat nanti?

Patriotisme racun manusia sejagat

Analisis

Perdana Menteri, Datuk Seri Abdullah Ahmad Badawi mahu supaya patriotisme di perkasakan di negara ini kerana tanpa semangat itu sesebuah bangsa akan hanyut tanpa pedoman. Beliau berkata demikian ketika berucap pada majlis penutup Program Semangat Merdeka 2008 sempena Majlis Aidilfitri Bersama Biro Tata Negara (BTN) di Akademi Kenegaraan di sini pada 15 Oktober lepas. Menteri Pengajian Tinggi, Datuk Khaled Nordin ketika mengampu saranan Pak Lah berkata, saranan itu tepat pada masanya di mana rakyat Malaysia perlu berusaha untuk memperkasakan semangat patriotisme di dalam diri masing-masing dengan mendalami sejarah negara.

Sementara itu, Pensyarah Sains Sosial Universiti Malaysia Sabah, Zaini Othman berkata, kegagalan menerapkan pemahaman sejarah di kalangan pemimpin muda negara dan generasi akan datang boleh memberi kesan negatif terhadap kestabilan politik dan sosial negara. Beliau juga turut menyentuh fenomena segelintir golongan muda yang memperjuangkan demokrasi ala-barat. Menurutnya, demokrasi di Malaysia adalah berbeza dari Barat kerana ia dijadikan sebagai alat untuk mentadbir negara dengan matlamat mewujudkan negara yang harmoni dan aman.

Inilah di antara contoh ketidakjelasan berfikir yang ada pada golongan intelektual di negara ini. Dalam satu masa mereka meminta kita agar tidak meniru Barat, tapi dalam masa yang sama mereka sebenarnya sedang meniru Barat. Sistem demokrasi dalam apa jua bentuk dan caranya sekalipun adalah merupakan satu sistem yang berasal dari Barat. Mengambilnya dengan cara yang sama mahupun berbeza dari Barat, hakikatnya tetap mengambil sesuatu yang berasal dari Barat. Matlamat yang baik sekalipun apabila mengambil perkara yang haram, maka haram pulalah hukumnya. Ibarat kata Robin Hood yang berniat suci menolong orang susah, namun merompak dari harta orang kaya.

Semangat patriotisme yang sering diseru oleh golongan pemimpin dan intelektual sekarang juga bukan berasal dari Islam, malah keharamannya teramat jelas. Patriotisme/wathaniyah merupakan manifestasi dari gharizatul baqa (survival instict) yang melahirkan rasa cinta kepada tanah air. Ia menyebabkan seseorang itu merasa bangga dengan tanah airnya dan akan merendahkan tanah air orang lain. Apatah lagi jika tanah airnya dihina atau diserang, maka perasaan patriotisme ini semakin membuak-buak.

Anehnya, dalam pada pemimpin dan golongan intelektual menyeru kita agar melihat kembali sejarah dan tidak meniru Barat, mereka umpama orang yang hilang akal bahawa berdasarkan sejarah, patriotisme itu sendiri adalah satu semangat yang ditiup oleh kuffar Barat kepada umat Islam untuk memecahbelahkan umat Islam dan negara mereka (Daulah Khilafah). Dengan semangat patriotisme dan nasionalisme inilah Barat dahulunya berjaya menghancurkan Negara Islam (Khilafah), dengan melaga-lagakan sesama umat Islam atas dasar semangat haram tersebut.

Patriotisme bukan dari Islam bahkan ia dilarang jelas oleh syarak. Maka, menjadikan sejarah untuk menaikkan semangat patriotisme tidak akan memberikan keuntungan kepada umat Islam, malah akan terus memperlemah dan memecahbelahkan sesama umat Islam di seluruh dunia.

Mereka menyeru kita agar berpegang kepada sejarah, malangnya mereka buta bahawa sejarah yang mereka jadikan pegangan sekarang hanyalah sejarah yang telah ditulis dan diedit oleh kuffar Barat. Mereka belajar dan faham sejarah dengan cara yang dikehendaki dan diredhai oleh golongan kuffar musuh Islam. Jika benar mereka mengkaji sejarah dari sumber yang benar, mereka akan dapati bahawa Daulah Khilafah Islamiyyah telah memerintah selama lebih 13 abad dan telah menguasai hampir dua per tiga dunia. Umat Islam di satukan di bawah satu payung pemerintahan dan dipimpin oleh seorang Khalifah sahaja selama berabad-abad lamanya. Hanya setelah kuffar Barat yang bencikan Islam berjaya menjajah dan memecahbelahkan umat Islam, barulah umat Islam hidup terpisah-pisah atas dasar bangsa dan tanah air.

Justeru, jika kita ingin kembali kepada sejarah, maka umat Islam mestilah bersatu semula di bawah Daulah Khilafah, inilah sejarah Islam yang tidak dapat dimungkiri oleh sesiapa pun. Malangnya sungguh pelik! Apabila pemimpin dan para cerdik pandai ini menyeru kepada sejarah, mereka menyeru agar kita sayangkan tanah air (patriotisme), dengan kata lain kita diseru agar kekal di dalam bentuk perpecahan sempadan yang telah dibuat oleh Barat ke atas kita. Pelik sungguh mereka ini bercakap tentang sejarah! Inilah golongan yang menyeru kepada sejarah di dalam rangka yang diredhai oleh kuffar.

Demikian juga halnya dengan demokrasi. Sejarah membuktikan bahawa demokrasi bukan berasal dari Islam, tetapi ia adalah ciptaan Barat yang berupa gubahan akal manusia-manusia kafir Barat dahulu yang cuba merangkak keluar dari kegelapan dengan memisahkan agama dari kehidupan. Demokrasi adalah alat yang digunakan oleh negara untuk menolak ketetapan (peraturan) Allah dalam kehidupan manusia. Demokrasi, sama ada di Barat atau di Timur atau di mana sahaja, ia tetap pada hakikatnya sama sahaja, iaitu ia merupakan sebuah sistem pemerintahan di mana undang-undangnya dibuat oleh manusia dengan suara majoriti. Demokrasi menjulang suara manusia mengatasi ‘suara Tuhan’.

Kerana itulah demokrasi ini jelas-jelas suatu yang haram di dalam Islam kerana manusia telah mengambil hak Allah di dalam membuat hukum (undang-undang). Tidak tercatat satu peristiwa pun di dalam sejarah Islam yang bertahan selama lebih 1400 tahun bahawa demokrasi diterapkan (digunapakai) di dalam Negara Islam. Umat Islam selama mula berdirinya Daulah Islam pada tahun pertama Hijriyyah hinggalah ke saat-saat akhirnya kejatuhan Daulah Khilafah pada awal 1920-an, tetap menggunakan hukum wahyu, bukannya hukum nafsu yang dibuat oleh tangan-tangan manusia. Justeru, seruan untuk kembali kepada sejarah dengan mengamalkan patriotisme dan demokrasi hanyalah seruan haram Jahiliyyah yang akan memecahbelahkan lagi umat Islam dan menjauhkan mereka dari hukum wahyu!

Friday, October 17, 2008

EKONOMI KAPITALIS = ISLAM

KEGAGALAN SISTEM EKONOMI BEBAS

news@tingkat5

Analisis

Most people still believe that America is the land of free, but thing are changing. America has become a nation that as often as not protects the freedom to do evil as much as the freedom to do good because we no longer know the difference” - Dr. Walter Martin.

(Ramai masih percaya bahawa Amerika adalah sebuah negara bebas, namun perubahan sentiasa berlaku. Amerika telah menjadi satu bangsa yang sering kali menjaga kebebasan untuk melakukan kejahatan seperti mana (menjaga) kebebasan untuk melakukan kebaikan kerana kami sudah tidak dapat membezakan keduanya).

Pasaran ekonomi bebas atau lebih dikenali “Market Fundamentalism” adalah ‘produk’ utama Amerika ke seluruh dunia. Negara-negara di seluruh dunia dipaksa menerima lunas-lunas ekonomi bebas atau “Market Fundamenlism” ini. Sebelum pergi lebih lanjut tentang pasaran ekonomi bebas, adalah lebih baik dijelaskan secara ringkas dua perkara agar dengannya hipokrasi Amerika ini dapat didedahkan:

1.Apakah dia doktrin “Market Fundamentalism”.
2.Bagaimana Krisis ekonomi dunia berlaku.

Doktrin “Market Fundamentalism” mendidik bahawa negara/pemerintah tidak boleh campur tangan dalam aktiviti ekonomi, yang sering kali menghasilkan istilah “kuasa pasaran” di mana kuasa pasaran inilah yang akan menentukan arah ekonomi. Dan kuasa pasaran ini dipraktikkan tanpa memikirkan kerosakan yang akan dibawa kepada masyarakat.

Di Malaysia suatu masa dahulu, Tun Dr. Mahathir Mohamed sebagai seorang yang agak bijak dalam ekonomi Kapitalis telah menongkah arus di mana dalam krisis ekonomi Asia pada tahun 1998 beliau telah memberikan suntikan modal kepada syarikat-syarikat mega yang sedang nazak. Praktik ini menurut lunas-lunas teori ekonomi tulen Kapitalis amat bercanggah dengan dasar ekonomi bebas di mana menurut mereka syarikat-syarikat tersebut memang layak untuk gulung tikar kerana tidak mempunyai kekuatan untuk bersaing dalam pasar ekonomi bebas. Inilah yang kononnya menjadi dasar ekonomi pasaran bebas Amerika.

Namun kini, Amerika sendiri telah cakap tak serupa bikin. Amerika telah mengumunkan suntikan modal sebanyak 700 billion USD untuk memastikan praktik bank-bank di AS untuk meminjam sesama sendiri terus berjalan. Kegagalan institusi perbankan Amerika meminjam sesama sendiri inilah antara yang menjadi punca atau penyebab kepada kemelesetan ekonomi di seluruh dunia. Bagaimana kegagalan ini berlaku?

Suatu masa dahulu prospek perumahan di Amerika begitu memberangsangkan, sehinggakan atas dasar ketamakan untuk mendapatkan riba, sistem perbankan di Amerika telah menawarkan “sub-prime lending” iaitu kemudahan kewangan kepada orang yang tidak layak dan mempunyai rekod kewangan yang buruk. Langit yang disangka cerah tiba-tiba membawa mendung, prospek perumahan Amerika merudum dan golongan yang memang telah sedia bermasalah tidak mampu untuk membayar hutang dan nilai gadaian juga tidak mampu menampung hutang sehinggakan bank-bank di Amerika kekeringan tunai untuk meminjamkan wang sesama sendiri menyebabkan kegagalan sistem kewangan secara kolektif di Amerika Syarikat.

Oleh kerana Amerika ibarat tiang penyangga dalam sistem ekonomi Kapitalis, maka reputnya tiang penyangga ini menyebabkan seluruh rumah berada dalam keadaan bahaya. Dan kalau tiang penyangga ini runtuh, maka seluruh rumah akan runtuh. Britain sebagai salah satu kuasa ekonomi pun turut terjejas sehingga mencadangkan suntikan modal ke atas syarikat-syarikat kewangannya yang nazak. ‘Pelan penyelamat’ sebanyak 50 billion dollar telah dicadangkan. Dalam keadaan ekonomi yang telah nazak ini, timbul persoalan, dari manakah wang yang begitu banyak ini datang?

Mungkin kenyataan ahli parlimen dari parti buruh, Colin Burgon dapat menjawab persoalan ini, katanya,

“What I see is the invisible hand of the market putting its hand into the taxpayer and taking 50 billion dollar away and maybe putting two finger up as well”

(Apa yang saya lihat ialah adanya tangan ghaib pasaran yang sedang ‘mencuri’ dari pembayar cukai sebanyak 50 billion dollar dan mungkin sambil menunjukkan tanda ‘padan muka awak’).

Dalam konteks ini, benarlah kata-kata Dr. Walter Martin bahawa baik dan buruk sudah tidak ada bezanya di Barat, atas nama kebebasan mereka boleh melakukan apa sahaja, termasuklah mengambil hak orang lain dengan cara batil...itulah tabiat ideologi keji Kapitalis!

Thursday, October 16, 2008

THE NEW SICK MAN - AMERICA


ALTERNATIVE CAPITALISM

The term “sick man of Europe” was coined to describe the declining situation of the Ottoman’s by Tsar Nicholas I of Russia in 1853. The Ottoman territories were being swallowed by rival world powers, increasingly falling under the financial control of the European powers and the Ottomans had lost territory in a series of disastrous wars. The Ottomans Empire, who for nearly three hundred years dominated the European geopolitical scene fell into debt, came to be continuously manipulated by rival powers and fumbled in a state of gloom, anarchy and decline eventually losing all independence. Nicholas I of Russia described the Ottomans as ‘a sick man - a very sick man, a man who has fallen into a state of decrepitude, or a sick man ...
The current global financial crisis has all the hallmarks of the USA being the new ‘sick man’. Below are a few factors:
1. The US is drowning in a sea of debt which the credit crunch crisis has brought to the forefront. The US generated nearly $14 trillion in 2007, however the national debt – this is money the central and federal governments owe to the US public and the world through the bonds they have issued - stands at $10 trillion. The US citizenry have a huge appetite for imports and as a result consumer debt stands at $11.4 trillion. The debts of US companies amounts to $18.4 trillion. This makes the US indebted to the tune of $40 trillion – nearly 75% of what the world produces.
When confidence in the ability of the American government to repay the debt dwindles, this will make those indebted nations to demand their money back, which will lead to, amongst other things, speculative attacks against the American government.
If there was a State in the world, which was able to manoeuvre in the economic climate and highlight this debt, then like the Ottoman Islamic State, America will find that it is under the scrutiny of these nations and not able to exert all its policies as it sees fit..
2. The US trade deficit continues to balloon, the amount the US imports compared to the amount it exports – in essence the money the US owes to the world stands at $555 billion. The financial crisis which began in the US raises a pertinent question about the sustainability of such high levels of consumption and then how the debt that sustained such consumption will be funded.
Western values of consumerism and greed are exacerbating the trade deficit; additionally American economic policies over the last few decades which has weakened America’s industrialised base, hence restricting America’s ability to produce goods and services cheaply. This mean America will still rely heavily on China, India, Russia and other states for imports of cheap goods to keep inflation domestically under control.
3. Both wars in Afghanistan and Iraq are costing the US $1 Trillion a year. This makes the $700 bailout looks like loose change! With Afghanistan now in the balance after nearly seven years of war and no signs of US victory in Iraq the US faces the very series problem in funding these struggles. Much of the recent Strategies such as the Surge have been built on “bribing” tribal leaders with large sums of money; with the availability of easy money no longer viable, this will impact on policy in Iraq and Afghanistan.
US spending is not sustainable
The US like the Ottomans has now found itself in a precarious situation where foreign nations are actually funding it. The US budget is not sufficient for the nations consumption patterns as a result the US resorts to selling Bonds to the world which it will repay over a period of 10 – 30 years in the hope the US economy will by the time the Bonds mature have generated sufficient wealth to repay them. 66% of US debt is held by foreign entities, whilst 44% of this is held by China and Japan. China has accumulated over $1.2 trillion in dollar reserves due to this. Described as China's "nuclear option" China could trigger a dollar crash if it decided the dollar was not worth holding and switched to Euros at a time when the US currency is already breaking down through historic support levels.
The US attempted to win both the conflicts in Afghanistan and Iraq through propping up initially unpopular governments. The failure to achieve any significant control in both nations has led to the US to throw money at elements within the Sunni faction as well as the bribes it already gives to elements of the Shi’ah establishment. With the US economy teetering on the brink of meltdown the continuity of such a policy of printing money in return for loyalty is questionable and would have huge implications for US future success in these nations.
The US is also facing numerous political challenges in regions of the world which only a decade ago it completely dominated. In the Middle East apart from needing the help of regional surrogates the region is gradually shifting from being a uni-polar region in which the US enjoys uncontested hegemony to a multi-polar region. The US is facing more competition from China and Russia over access to Middle East oil. The US is now increasingly competing with India and Japan as well as the European Union for the lion's share of the regions black gold.
The US is currently suffering from a severe fever, where the remedy continues to be more and more expensive intervention by the nation’s doctors who are unable to stem the panic spreading to all. The US has only $1.7 trillion in notes and coins in circulation where the money will come from to repay US debt in the years to come, alongside a falling dollar places the US in a situation where it is now reliant upon foreign nations to bail it out. We are going through remarkable times, and witnessing the direct impact of American imperial hubris and overstretch. For Muslims, all that remains is the establishment of the Khilafah to take advantage of these times.

Wednesday, October 15, 2008

THE FALL OF CAPITALISM


FEATURE

AMERICAN STOCK MARKET CRASH

The US President George Bush on 19th September, 2008 announced the need to act immediately to face the challenge posed by the financial crisis that has gripped the United States. He indicated that a plan was on the anvil for government intervention in order to salvage the markets and that this plan envisages enormous funds and also added that this involves certain risks. The president called upon the Americans to have faith in the economy. He said in his address from the White House that this is a crucial time to address the crisis and act to save the economy of the nation from big dangers. He further added that this collapse of the US financial markets was a crucial and decisive time.

Bush's speech indicates the graveness of the crisis gripping his country and that the US is on the verge of a collapse. This is indeed a grim situation. He announced his bailout plan today 20th September, 2008 and presented it to the US Congress for its approval. This according to them involves pumping huge amount of money in the range of 500 to 800 billion US dollars to be borne by the American tax-payers since this money is to be extracted form the budget. This will only exacerbate the budget deficit which has been in the red for the last two years. The US Federal Reserve, which is America's central bank, has already pumped in US $ 85 billion to salvage the giant US insurance company known by it's initials, the A.I.G in exchange for a 79.90% share in the group's equity being acquired by the state. This means extending state control over private sector whenever a need arises or simply nationalisation, and this is contrary to the free market capitalist system which envisages a policy of laissez faire and does not allow state intervention in the private sector or individual ownership. The capitalists argue that such crisis heal themselves and advocate leaving the crisis issue to take care of itself because their view is that this system has in-built mechanisms to cure itself.

The obvious inference from this state intervention by the world's largest capitalist nation belies the claim of the die-hard capitalists' views as well as this intervention conclusively demonstrates the corruption of their system. The Al-Jazeerah TV channel today carried a statement by Mahathir Mohammed, the former Malaysian prime minister who commented on the US state intervention in the crisis and remarked: "when the financial crisis struck us eleven years back, they asked us not to intervene, rather leave the crisis to cure by itself!" this former Malaysian prime minister ruefully regrets the deceit of the capitalist nations to himself, his country and his region when the tragic crisis overwhelmed the Asian stock markets in 1997 including the Malaysian bourse and spelled the doom of what was then called as the 'Asian Tigers'.

In the span of a short time recently, about a dozen mighty enterprises have collapsed including the Lehman Brothers which failed to find a buyer and announced bankruptcy on 15th September, 2008. The Lehman Brothers was the fourth largest US banks with assets of about 800 billion US dollars. Its bankruptcy was sharpened by the fact that its shares prices that had traded at US $ 67.73 per share fell 92% on the day. On the same day, Merrill Lynch was on the verge of declaring bankruptcy, but the Bank of America stepped in on time, bought it up and took over its reigns. But even this could not sustain Merrill Lynch and its shares fell by 36%. In fact all the giant American companies are susceptible and tethering on the verge. This leaves two other US investment giants, Morgan Stanley and Goldman Sachs, they are also vulnerable and their shares have plummeted by 25 and 14% respectively. Apparently, George Bush's plan envisages salvaging these two banks specifically since their collapse would perhaps amount to a decisive blow to the world's largest capitalist nation which boasts of the robustness and resilience of its economy, advancement and welfare of its people and touts these as achievements of the free liberal capitalist system!

Even before this date, the state has maintained control over two of its real estate investment giants, i.e. Freddie Mak and Fannie Mae whose combined losses reached 1.20 trillion US dollars and expected to reach 2.00 trillion US dollars. It is known that their latest crisis began in mid 2007 and the US Federal Reserve along with the European central banks together pumped in hundreds of billions of dollars to sustain these two companies, but in vain.

The crisis started during the real estate boom of 2001 and 2006. These two companies started to sell houses to all and sundry irrespective of their 'credit history' and unmindful of whether their credit history was weak. They sold homes at a 'teaser' interest rate of 7% for the first year which rose to 9.50% two years later. This resulted in doubling of the monthly installments payable by the buyer who had purchased the house and naturally he was unable to pay his loan installments. Now under the capitalist real estate laws, the buyer is not allowed to sell his property before repaying the loan which has by now doubled. Under this law, even if the debtor has sufficient funds to pay for the loan amount, he is not allowed to pay. On the contrary he is bound to pay the installments including the interest for the entire loan period! If for instance his loan was for a period of ten years, he is expected to wait for this period and continue to pay the monthly installments including the interest which results in doubling the loan amount. Thus for every one thousand dollar loan amount, he ends up paying 350 dollars extra. Hence the debtors were unable to repay their installments and the number of such defaulters reached millions, even 3 million according to some estimates. Bush had previously proposed to freeze interest rates for a period of five years in order to enable the defaulters to pay their installments. In the meantime, the number of houses up for sale increased with no buyers for them and the real estate prices plummeted sharply. The number of such houses for sale increased by 75% in 2006 and yet one could not find a buyer. All these factors compounded the problem for these two and other real estate firms like the Lehman Brothers who had ventured into this market.

Usually the companies collapse due to their share prices falling down sharply because of various reasons. We have seen these and other related reasons in the real estate companies crash as well. In addition perhaps there were certain other reasons; political & economic, even ethical like pilfering by the managements and false profit reporting. False profits are reported in order to issue new shares in the markets and bring in additional funding to the company coffers. Later on when the false-profit reports are exposed, the share prices fall flat as happened with American companies in the past.

Thus in addition to loan transactions and corrupt real estate laws, the system of capitalist equity share companies are based on invalid foundation with painful consequences for the people whose money is evaporated in the stock markets. The share prices fell in the stock markets across all sectors and not just in the real estate business alone. It was announced that the industrial average called the Dow Jones and the technology sector called the NASDAQ as well as the broader index, the Standard & Poor's fell by over 4% until this day. This indicates that the crisis is deeper and far more grave perhaps encompasses all sectors. The state therefore felt that the intervention was inevitable and hundreds of billions of dollars needed to be sacrificed at the cost of the people in order to salvage the ailing economy. All this will adversely affect the Gross Domestic Production or the Growth rate in the United States because when companies declare bankruptcy, the production too falls resulting in lesser employment opportunities, higher unemployment rate and the inevitable economic slowdown. Thus the US registered a growth rate of just 1.90% this year before the crisis manifested, while during the same period, China recorded over 9.00% growth for the last financial year. The Gross Domestic Production is regarded as the sum total of goods and services during a given period of time. The production factors recognized by them are the land, labour, capital and management. They consider the increase in capital, technology advancement, and improving the education standard as the main factors for economic growth. This clearly means that the United States has become the old sick woman and not merely the sick man.

The entire world is searing in this heat, the International Monetary Fund (IMF) commenting on this crisis declared that commodity prices will continue to rise and economic growth world wide will fall this year between 3.70 to 3.90%.

The stock markets across Europe, Asia and the Gulf may be affected by this crisis and incur enormous losses including losses suffered due purchase of shares of American real estate companies. It has been announced that the Gulf markets losses have reached 17% while the Saudi stock alone has lost 36% and the Dubai stock markets 32%. All these are the pitfalls of capitalism and globalisation since the United States encumbers the entire world with its own problems and when it collapses the entire world follows its doom. Shouldn't the world disengage itself from this imbroglio! It is for this reason that the German Chancellor Merkel ahs attacked America and Britain and charged them with being responsible for the mess. It was Germany which had proposed monitoring regulations for stock markets at the last G8 summit and the US and UK had opposed the German proposal. Her statement reflects the German outrage especially over America and the extent of German and European losses due to the American factors. The European banks had earlier announced freezing of their funds in the US real estate markets after suffering mounting losses. The British Chancellor of Exchequer Alistair Darling has told the 'Guardian' that Britain is facing arguably the worst economic downturn in 60 years (the worst since the World War II) which will be more profound and long-lasting than people had expected.

It is abundantly clear from all this that the capitalist system apart from being a false system and its public limited companies as well as their equity system being based on a patently false premise, its financial transactions and miserable lending terms are oppressive to the people. It is amply clear that it is a system living on borrowed time and is on the verge of collapse. It also demonstrates that the doomsday for this system has arrived, this is a glad tiding from Allah (swt) for the believers that victory is round the corner and finally the justice and fairness of Islam shall prevail over the world after capitalists had had their pockets filled unjustly by oppressing the people and were not satiated yet!